Suara Mahasiswa
UN Bukan Tempat Mengadu Nasib
nasional. Ujian nasional bagi para pelajar adalah suatu momok yang harus mereka hadapi. Peraturan pemerintah yang terus
membidik kenaikan angka kelulusan dari tahun ke tahun untuk meningkatkan mutu dan kualitas lulusannya memang arahnya baik,
namun hal tersebut tidak bisa terlealisasi lewat UN semata. Bagi pelajar SD, belajar selama 6 tahun harus ditentukan lulus
atau tidaknya hanya dengan mengikuti UN selama beberapa hari. Begitu juga dengan para siswa SMP dan SMA, usaha mereka selama 3 tahun dipertaruhkan dengan menghadapi UN yang berlangsung beberapa hari. Walaupun pemerintah sudah memberikan sedikit kelonggaran yaitu 40% kelulusan ditentukan
oleh sekolah, sedangkan 60% ditentukan oleh pemerintah melalui UN, namun hal tersebut masih dianggap kurang adil.Ada beberapa faktor yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah.
Pertama, yang paling mengetahui bagaimana prestasi sehari-
hari siswa adalah pihak sekolah dalam hal ini guru. Jika pemerintah mau bijak, seharusnya kelulusan para siswa ditentukan oleh pihak sekolah. UN hanya untuk mengetahui tingkat kognitif siswa saja. Padahal dalam pendidikan dituntut adanya
tiga aspek penting yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dalam UN, ketiga aspek tersebut tidak dapat ditentukan
dengan pasti.
Kedua, UN memang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa Indonesia sebagai negara berkembang. Namun
di sisi lain, UN menimbulkan beberapa ekses negatif yang mengarah ke tindak kriminalitas. Salah satunya, pelaksanaan UN yang setiap tahunnya diiringi isu kebocoran soal. Ada oknumoknum
tertentu yang sengaja memanfaatkan kondisi tersebut untuk meraup keuntungan. Atau masalah lain timbul dengan adanya
SMS kunci jawaban bodong alias palsu. Tentu hal-hal
tersebut berakibat sangat buruk. Ketiga, pemerintah semestinya
juga tanggap terhadap psikologis para siswa yang akan menghadapi UN. Rasa khawatir, resah, takut, senantiasa mengiringi hari-hari mereka menjelang UN. Bahkan siswa
yang pintar pun pasti merasakan hal tersebut. Rasa takut mengecewakan orangtua, pihak sekolah dan juga perjuangan mereka selama bertahun-tahun. Bagaimana seseorang bisa
melakukan hal yang maksimal jika diselimuti perasaan seperti itu.
I Wayan Arnaya
Mahasiswa Manajemen Undiksha
namun hal tersebut tidak bisa terlealisasi lewat UN semata. Bagi pelajar SD, belajar selama 6 tahun harus ditentukan lulus
atau tidaknya hanya dengan mengikuti UN selama beberapa hari. Begitu juga dengan para siswa SMP dan SMA, usaha mereka selama 3 tahun dipertaruhkan dengan menghadapi UN yang berlangsung beberapa hari. Walaupun pemerintah sudah memberikan sedikit kelonggaran yaitu 40% kelulusan ditentukan
oleh sekolah, sedangkan 60% ditentukan oleh pemerintah melalui UN, namun hal tersebut masih dianggap kurang adil.Ada beberapa faktor yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah.
Pertama, yang paling mengetahui bagaimana prestasi sehari-
hari siswa adalah pihak sekolah dalam hal ini guru. Jika pemerintah mau bijak, seharusnya kelulusan para siswa ditentukan oleh pihak sekolah. UN hanya untuk mengetahui tingkat kognitif siswa saja. Padahal dalam pendidikan dituntut adanya
tiga aspek penting yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dalam UN, ketiga aspek tersebut tidak dapat ditentukan
dengan pasti.
Kedua, UN memang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa Indonesia sebagai negara berkembang. Namun
di sisi lain, UN menimbulkan beberapa ekses negatif yang mengarah ke tindak kriminalitas. Salah satunya, pelaksanaan UN yang setiap tahunnya diiringi isu kebocoran soal. Ada oknumoknum
tertentu yang sengaja memanfaatkan kondisi tersebut untuk meraup keuntungan. Atau masalah lain timbul dengan adanya
SMS kunci jawaban bodong alias palsu. Tentu hal-hal
tersebut berakibat sangat buruk. Ketiga, pemerintah semestinya
juga tanggap terhadap psikologis para siswa yang akan menghadapi UN. Rasa khawatir, resah, takut, senantiasa mengiringi hari-hari mereka menjelang UN. Bahkan siswa
yang pintar pun pasti merasakan hal tersebut. Rasa takut mengecewakan orangtua, pihak sekolah dan juga perjuangan mereka selama bertahun-tahun. Bagaimana seseorang bisa
melakukan hal yang maksimal jika diselimuti perasaan seperti itu.
I Wayan Arnaya
Mahasiswa Manajemen Undiksha
0 komentar:
Posting Komentar