Sabtu, 10 November 2012

Hapuskan ’’Budaya’’ Corat-coret Seragam Sekolah

Suara Mahasiswa
Hapuskan ’’Budaya’’ Corat-coret Seragam Sekolah



CORAT-CORET apakah merupakan tradisi yang beretika? Jawaban dari pertanyaan ini sangat membingungkan, karena kalau siswa yang ditanya mereka akan menjawab itu merupakan tradisi yang beretika. Karena bagi siswa, hal tersebut positif sebab dalam pikiran mereka hanya rasa senang gembira setelah lulus
dalam menghadapi UN. Mereka tidak me
mikirkan hal ke depannya, bahwa perjalanan belum berahkir sampai di situ. Rasa senang dan
kegembiraan pun diluapkan dengan cara mencorat-coret
seragam sekolah, baik itu dengan cat semprot maupun spidol berwarna. Padahal, hal tersebut bukanlah merupakan hal yang
begitu penting yang mesti dilakukan, karena tidak ada hubungannya dengan masa depan. Apa hubungan seragam
yang dicorat-coret dengan usaha untuk mendapatkan perguruan tinggi, bagi yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Atau, apakah seragam corat-coret tersebut bisa dipakai sebagai sarana
untuk mencari pekerjaan? Itu juga mustahil. ‘’Tradisi’’ corat-coret baju seragam untuk merayakan kelulusan tidak patut ditiru.
Bahwa ‘’budaya’’ tersebut terus diulang-ulang dari generasi
ke generasi, tentunya ia akan membentuk sebuah kebiasaan.
Karena kebiasaankebiasaan inilah yang akan menjadi pedoman dalam membentuk budaya tersebut. Yang menjadi masalah
sekarang, apakah budaya corat-coret setelah lulus UN
ini bisa dihapuskan dalam sekejap mata saja? Dibutuhkan
mindset para siswa untuk menghapuskan budaya corat-coret seragam sekolah, karena ekspresi demikian bukan saja tidak bermanfaat, tetapi justru merupakan kebiasaan buruk.


I Made Kristiadi Martha
Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Pendidikan
Ganesha

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons